Sabtu, 15 September 2012

Pengertian Baitulmal Nabawi


Oleh: 
As-Sayyid Shohibul Faroji Azmatkhan



Baitulmal Nabawi sesungguhnya bukanlah lembaga privat atau swasta, melainkan sebuah lembaga yang mengurusi segala pemasukan dan pengeluaran dari negara Islam (Khilafah Islam).  Baitulmal Nabawi  dalam pengertian ini, telah dipraktekkan dalam sejarah Islam sejak masa Rasulullah, diteruskan oleh para khalifah sesudahnya, yaitu masa Abu Bakar, Umar bin Khaththab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, dan khalifah-khalifah berikutnya, hingga kehancuran Khilafah di Turki tahun 1924. Gagasan konsep Baitul Mal yang ideal perlu disusun dengan mengacu kepada ketentuan-ketentuan syariah Islam, baik dalam hal sumber-sumber pendapatan maupun dalam hal pengelolaannya.

Sumber-sumber pendapatan  Baitulmal Nabawi dalam Fiqih Islam adalah:
  1. Fai ', 
  2. Ghanimah / anfal, 
  3. Kharaj,
  4. Jizyah, 
  5. Pemasukan dari harta milik umum, 
  6. Pemasukan dari harta milik negara, 
  7. Usyuur, 
  8. Khumus dari rikaz, 
  9. Tambang, 
  10. Harta zakat. 
Sedang pengelolaan Baitulmal Nabawi didasarkan pada enam kategori harta, yaitu 
  1. Harta zakat, 
  2. Harta untuk menanggulangi terjadinya kekurangan dan untuk melaksanakan kewajiban jihad, 
  3. Harta sebagai suatu pengganti / kompensasi (badal / ujrah), seperti gaji pegawai negeri, 
  4. Harta untuk kemaslahatan secara umum yang merupakan keharusan, 
  5. Harta untuk kemaslahatan secara umum yang tidak merupakan keharusan, dan 
  6. Harta untuk menangani kondisi darurat, semisal bencana alam.

Pengertian Baitulmal Nabawi
Baitulmal Nabawi berasal dari bahasa Arab bait yang berarti rumah, al-mal yang berarti harta, dan nabawi artinya cara pelaksanaannya berdasarkan sunnah Nabi Muhammad Saw. Jadi secara etimologis (ma'na lughawi) Baitulmal Nabawi berarti rumah untuk mengumpulkan atau menyimpan harta sesuai yang dicontohkan Nabi Muhammad.
Adapun secara terminologis (ma'na ishtilahi), Baitulmal Nabawi adalah suatu lembaga yang memiliki tugas khusus menangani segala harta umat, baik berupa pendapatan maupun pengeluaran negara. Jadi setiap harta baik berupa tanah, bangunan, barang tambang, uang, komoditas perdagangan, maupun harta benda lainnya di mana kaum muslimin berhak memilikinya sesuai hukum syara 'dan tidak ditentukan individu pemiliknya, walaupun telah tertentu pihak yang berhak menerimanya, maka harta tersebut menjadi hak  Baitulmal Nabawi , yakni sudah dianggap sebagai pemasukan bagi  Baitulmal Nabawi . Secara hukum, harta-harta itu adalah hak Baitul Mal, baik yang sudah benar-benar masuk ke dalam tempat penyimpanan  Baitulmal Nabawi maupun yang belum.
Demikian pula setiap harta yang wajib dikeluarkan untuk orang-orang yang berhak menerimanya, atau untuk merealisasikan kemaslahatan kaum muslimin, atau untuk biaya penyebarluasan dakwah, adalah harta yang dicatat sebagai pengeluaran  Baitulmal Nabawi, baik telah dikeluarkan secara nyata maupun yang masih berada dalam tempat penyimpanan  Baitulmal Nabawi.

Selasa, 14 Februari 2012

Masjid Wajib Mendirikan Baitulmal Nabawi

Oleh: Asy-Syaikh Al-Qadhi As-Sayyid Shohibul Faroji Azmatkhan

Masjid adalah tempat ibadah umat Islam, yang dipakai untuk sholat Jum'at dan Sholat 5 waktu. Jika tidak dipakai untuk Sholat Jum'at maka disebut Musholla. Data masjid seluruh Indonesia, saat ini (2012) berjumlah sekitar 800.000 Masjid.

Rasulullah mengajarkan kepada umatnya, untuk memakmurkan masjid, bukan hanya dengan menjalankan sholat 5 waktu saja, melainkan harus dimakmurkan dengan menghidupkan muamalah Islam.

Muamalah Islam yang bisa diterapkan di Masjid adalah:
(1) Mengajarkan kepada Jamaah Masjid, tentang WAJIBNYA SHOLAT 5 WAKTU BERJAMA'AH di Masjid. Karena Rasulullah Saw tidak pernah sholat 5 waktu sendirian dirumahnya. Di Zaman Rasulullah Saw, para sahabat, tabi'in dan tabi'it tabi'in, mereka mewajibkan sholat 5 waktu berjamaah di masjid. Dan dampaknya kita lihat betapa Islam menjadi kuat dan hebat. Sementara sekarang ini, umat Islam meninggalkan Kewajiban Berjamaah, mereka sholat sendiri-sendiri di rumah dan kantor masing-masing, akibatnya Persatuan Islam menjadi lemah, mereka fanatik terhadap kelompoknya sendiri, dan sibuk dengan tujuan hidupnya sendiri-sendiri. Tidak ada persatuan untuk memajukan Islam dan mensejahterakan kaum muslimin. Masjid-masjid menjadi kosong, sepi dengan jamaah. Yang mengaku Islam banyak namun masjidnya bagai Museum yang kehilangan ruhnya dan pusaka berharganya. Maka solusinya adalah: Masjid harus dihidupkan lagi dengan Sholat 5 Waktu Berjamaah.

(2)Mengajarkan kepada Jamaah Masjid, Untuk Mendirikan Baitulmal Nabawi, yang fungsinya untuk Kas Islam dan Muslimin, diambil dari shodaqoh, infaq, zakat, wakaf, Jizyah, ghanimah, fai', khumus, hibah, hadiah dan berbagai macam bentuk shodaqoh lainnya.

(3)Mengajarkan kepada Jama'ah Masjid, untuk bersedekah dengan Mata Uang Dinar Dirham Islam, bukan dengan fulus atau uang kertas. Karena fulus dan uang kertas mengandung unsur ribawi, haram dipakai untuk bersedekah. Sedekah Harus dengan Dinar Dirham. Dapat dibayangkan:
Jumlah Masjid = 800.000 masjid
Setiap Masjid = 1000 Jamaah (rata-rata)
Jika setiap Jamaah bersedekah 1 Dirham Perak setiap selesai Sholat Jum'at.
Maka Pemasukan Shodaqoh Umat Islam setiap Jum'at berjumlah = 1000 Dirham x 800.000 masjid = 800.000.000 Dirham.
Jika hari ini (14 Februari 2012) nilai 1 Dirham = Rp 54.000,-
Maka Uang yang terkumpul dalam Baitulmal Nabawi setiap Jum'at berjumlah = 800.000.000 x Rp 54.000,- = Rp 43.200.000.000.000,- (Empat puluh tiga Trilyun dua ratus milyar rupiah) pemasukan uang umat Islam ke Baitulmal Nabawi.
Merupakan jumlah yang sangat besar dalam satu jum'at.
Pemasukan yang besar itu baru dari satu pintu, yaitu pintu sedekah jum'at, belum lagi dari pintu-pintu yang lain seperti zakat, infak, ghanimah dan lain-lain.

(4) Setelah Baitulmal Nabawi berdiri, maka dirikanlah Pasar Nabawi sebagai pasar umat Islam di tanah wakaf milik masjid, yang fungsinya untuk mengajarkan dan menghidupkan muamalah Islam, dengan menerapkan Dinar Emas dan Dirham Perak sebagai mata uang dan standar perdagangan.

Jika Masjid memiliki Baitulmal dan Pasar Islam, Insya Allah kehidupan umat Islam akan membaik hari demi hari, dan secara otomatis Khilafah Islamiyyah akan terbentuk. Wallahu A'lam Bish Shawwab.

Minggu, 01 Agustus 2010

Wakaf


Oleh:
Asy-Syaikh Al-Hafizh As-Sayyid Shohibul Faroji Azmatkhan 

Secara etimologi, wakaf berasal dari perkataan Arab “Waqf” yang berarti “al-Habs”. Ia merupakan kata yang berbentuk masdar (infinitive noun) yang pada dasarnya berarti menahan, berhenti, atau diam. Apabila kata tersebut dihubungkan dengan harta seperti tanah, binatang dan yang lain, ia berarti pembekuan hak milik untuk faedah tertentu (Ibnu Manzhur: 9/359).

Sebagai satu istilah dalam syariah Islam, wakaf diartikan sebagai penahanan hak milik atas materi benda (al-‘ain) untuk tujuan menyedekahkan manfaat atau faedahnya (al-manfa‘ah) (al-Jurjani: 328). Sedangkan dalam buku-buku fiqh, para ulama berbeda pendapat dalam memberi pengertian wakaf. Perbedaan tersebut membawa akibat yang berbeda pada hukum yang ditimbulkan. Definisi wakaf menurut ahli fiqh adalah sebagai berikut.

Pertama, Hanafiyah mengartikan wakaf sebagai menahan materi benda (al-‘ain) milik Wakif dan menyedekahkan atau mewakafkan manfaatnya kepada siapapun yang diinginkan untuk tujuan kebajikan (Ibnu al-Humam: 6/203). Definisi wakaf tersebut menjelaskan bahawa kedudukan harta wakaf masih tetap tertahan atau terhenti di tangan Wakif itu sendiri. Dengan artian, Wakif masih menjadi pemilik harta yang diwakafkannya, manakala perwakafan hanya terjadi ke atas manfaat harta tersebut, bukan termasuk asset hartanya.

Kedua, Malikiyah berpendapat, wakaf adalah menjadikan manfaat suatu harta yang dimiliki (walaupun pemilikannya dengan cara sewa) untuk diberikan kepada orang yang berhak dengan satu akad (shighat) dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan keinginan Wakif (al-Dasuqi: 2/187). Definisi wakaf tersebut hanya menentukan pemberian wakaf kepada orang atau tempat yang berhak saja.

Ketiga, Syafi‘iyah mengartikan wakaf dengan menahan harta yang bisa memberi manfaat serta kekal materi bendanya (al-‘ain) dengan cara memutuskan hak pengelolaan yang dimiliki oleh Wakif untuk diserahkan kepada Nazhir yang dibolehkan oleh syariah (al-Syarbini: 2/376). Golongan ini mensyaratkan harta yang diwakafkan harus harta yang kekal materi bendanya (al-‘ain) dengan artian harta yang tidak mudah rusak atau musnah serta dapat diambil manfaatnya secara berterusan (al-Syairazi: 1/575).

Keempat, Hanabilah mendefinisikan wakaf dengan bahasa yang sederhana, yaitu menahan asal harta (tanah) dan menyedekahkan manfaat yang dihasilkan (Ibnu Qudamah: 6/185). Itu menurut para ulama ahli fiqih. Bagaimana menurut undang-undang di Indonesia? Dalam Undang-undang nomor 41 tahun 2004, wakaf diartikan dengan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.

Dari beberapa definisi wakaf tersebut, dapat disimpulkan bahwa wakaf bertujuan untuk memberikan manfaat atau faedah harta yang diwakafkan kepada orang yang berhak dan dipergunakan sesuai dengan ajaran syariah Islam. Hal ini sesuai dengan fungsi wakaf yang disebutkan pasal 5 UU no. 41 tahun 2004 yang menyatakan wakaf berfungsi untuk mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum.

Rukun Wakaf

Rukun Wakaf Ada empat rukun yang mesti dipenuhi dalam berwakaf. Pertama, orang yang berwakaf (al-waqif). Kedua, benda yang diwakafkan (al-mauquf). Ketiga, orang yang menerima manfaat wakaf (al-mauquf ‘alaihi). Keempat, lafadz atau ikrar wakaf (sighah).

Syarat-Syarat Wakaf

1. Syarat-syarat orang yang berwakaf (al-waqif)Syarat-syarat al-waqif ada empat, pertama orang yang berwakaf ini mestilah memiliki secara penuh harta itu, artinya dia merdeka untuk mewakafkan harta itu kepada sesiapa yang ia kehendaki. Kedua dia mestilah orang yang berakal, tak sah wakaf orang bodoh, orang gila, atau orang yang sedang mabuk. Ketiga dia mestilah baligh. Dan keempat dia mestilah orang yang mampu bertindak secara hukum (rasyid). Implikasinya orang bodoh, orang yang sedang muflis dan orang lemah ingatan tidak sah mewakafkan hartanya.

2. Syarat-syarat harta yang diwakafkan (al-mauquf)Harta yang diwakafkan itu tidak sah dipindahmilikkan, kecuali apabila ia memenuhi beberapa persyaratan yang ditentukan oleh ah; pertama barang yang diwakafkan itu mestilah barang yang berharga Kedua, harta yang diwakafkan itu mestilah diketahui kadarnya. Jadi apabila harta itu tidak diketahui jumlahnya (majhul), maka pengalihan milik pada ketika itu tidak sah. Ketiga, harta yang diwakafkan itu pasti dimiliki oleh orang yang berwakaf (wakif). Keempat, harta itu mestilah berdiri sendiri, tidak melekat kepada harta lain (mufarrazan) atau disebut juga dengan istilah (ghaira shai’).

3. Syarat-syarat orang yang menerima manfaat wakaf (al-mauquf alaih) Dari segi klasifikasinya orang yang menerima wakaf ini ada dua macam, pertama tertentu (mu’ayyan) dan tidak tertentu (ghaira mu’ayyan). Yang dimasudkan dengan tertentu ialah, jelas orang yang menerima wakaf itu, apakah seorang, dua orang atau satu kumpulan yang semuanya tertentu dan tidak boleh dirubah. Sedangkan yang tidak tentu maksudnya tempat berwakaf itu tidak ditentukan secara terperinci, umpamanya seseorang sesorang untuk orang fakir, miskin, tempat ibadah, dll. Persyaratan bagi orang yang menerima wakaf tertentu ini (al-mawquf mu’ayyan) bahwa ia mestilah orang yang boleh untuk memiliki harta (ahlan li al-tamlik), Maka orang muslim, merdeka dan kafir zimmi yang memenuhi syarat ini boleh memiliki harta wakaf. Adapun orang bodoh, hamba sahaya, dan orang gila tidak sah menerima wakaf. Syarat-syarat yang berkaitan dengan ghaira mu’ayyan; pertama ialah bahwa yang akan menerima wakaf itu mestilah dapat menjadikan wakaf itu untuk kebaikan yang dengannya dapat mendekatkan diri kepada Allah. Dan wakaf ini hanya ditujukan untuk kepentingan Islam saja.

4. Syarat-syarat Shigah Berkaitan dengan isi ucapan (sighah) perlu ada beberapa syarat. Pertama, ucapan itu mestilah mengandungi kata-kata yang menunjukKan kekalnya (ta’bid). Tidak sah wakaf kalau ucapan dengan batas waktu tertentu. Kedua, ucapan itu dapat direalisasikan segera (tanjiz), tanpa disangkutkan atau digantungkan kepada syarat tertentu. Ketiga, ucapan itu bersifat pasti. Keempat, ucapan itu tidak diikuti oleh syarat yang membatalkan. Apabila semua persyaratan diatas dapat terpenuhi maka penguasaan atas tanah wakaf bagi penerima wakaf adalah sah. Pewakaf tidak dapat lagi menarik balik pemilikan harta itu telah berpindah kepada Allah dan penguasaan harta tersebut adalah orang yang menerima wakaf secara umum ia dianggap pemiliknya tapi bersifat ghaira tammah.

Rabu, 28 Juli 2010

Pengertian Zakat Mal


Oleh:
Asy-Syaikh Al-Qadhi As-Sayyid Shohibul Faroji Azmatkhan

Pengertian Zakat mal

Zakat Maal adalah zakat yang dikenakan atas harta (maal) yang dimiliki oleh individu atau lembaga dengan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan secara hukum (syara). Maal berasal dari bahasa Arab yang secara harfiah berarti 'harta'.

Syarat-syarat harta

Harta yang akan dikeluarkan sebagai zakat harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. Milik Penuh, yakni harta tersebut merupakan milik penuh individu yang akan mengeluarkan zakat.
2. Berkembang, yakni harta tersebut memiliki potensi untuk berkembang bila diusahakan.
3. Mencapai nisab, yakni harta tersebut telah mencapai ukuran/jumlah tertentu sesuai dengan ketetapan, harta yang tidak mencapai nishab tidak wajib dizakatkan dan dianjurkan untuk berinfaq atau bersedekah.
4. Lebih Dari Kebutuhan Pokok, orang yang berzakat hendaklah kebutuhan minimal/pokok untuk hidupnya terpenuhi terlebih dahulu
5. Bebas dari Hutang, bila individu memiliki hutang yang bila dikonversikan ke harta yang dizakatkan mengakibatkan tidak terpenuhinya nishab, dan akan dibayar pada waktu yang sama maka harta tersebut bebas dari kewajiban zakat.
6. Berlalu Satu Tahun (Al-Haul), kepemilikan harta tersebut telah mencapai satu tahun khusus untuk ternak, harta simpanan dan harta perniagaan. Hasil pertanian, buah-buahan dan rikaz(barang temuan) tidak memiliki syarat haul.

Macam-macamnya

Macam-macam zakat Maal dibedakan atas obyek zakatnya antara lain:

* Hewan ternak. Meliputi semua jenis & ukuran ternak (misal: sapi,kerbau,kambing,domba,ayam)
* Hasil pertanian. Hasil pertanian yang dimaksud adalah hasil tumbuh-tumbuhan atau tanaman yang bernilai ekonomis seperti biji-bijian, umbi-umbian, sayur-mayur, buah-buahan, tanaman hias, rumput-rumputan, dedaunan, dll.
* Emas dan Perak. Meliputi harta yang terbuat dari emas dan perak dalam bentuk apapun.
* Harta Perniagaan. Harta perniagaan adalah semua yang diperuntukkan untuk diperjual-belikan dalam berbagai jenisnya, baik berupa barang seperti alat-alat, pakaian, makanan, perhiasan, dll. Perniagaan disini termasuk yang diusahakan secara perorangan maupun kelompok/korporasi.
* Hasil Tambang(Ma'din). Meliputi hasil dari proses penambangan benda-benda yang terdapat dalam perut bumi/laut dan memiliki nilai ekonomis seperti minyak, logam, batu bara, mutiara dan lain-lain.
* Barang Temuan(Rikaz). Yakni harta yang ditemukan dan tidak diketahui pemiliknya (harta karun).
* Zakat Profesi. Yakni zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi (hasil profesi) bila telah mencapai nisab. Profesi dimaksud mencakup profesi pegawai negeri atau swasta, konsultan, dokter, notaris, akuntan, artis, dan wiraswasta.

Yang berhak menerima

Berdasarkan firman Allah QS At-Taubah ayat 60, bahwa yang berhak menerima zakat/mustahik sebagai berikut:

1. Orang fakir: orang yang amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya.

2. Orang miskin: orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam keadaan kekurangan.

3. Pengurus zakat : orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan & membagikan zakat.

4. Muallaf : orang kafir yang ada harapan masuk Islam dan orang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah.

5. Memerdekakan budak : mencakup juga untuk melepaskan muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir.

6. Orang berhutang: orang yang berhutang karena untuk kepentingan yang bukan ma'siat dan tidak sanggup membayarnya. Adapun orang yang berhutang untuk memelihara persatuan umat Islam di bayar hutangnya itu dengan zakat, walaupun ia mampu membayarnya.

7. Pada jalan Allah (sabilillah): yaitu untuk keperluan pertahanan Islam dan kaum muslimin. Di antara mufasirin ada yang berpendapat bahwa fisabilillah itu mencakup juga kepentingan-kepentingan umum seperti mendirikan sekolah, rumah sakit, madrasah, masjid, pesantren, ekonomi umat, dll.

8. Orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan ma'siat mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya. Atau juga orang yg menuntut ilmu di tempat yang jauh yang kehabisan bekal.

Sumber dalam Al Qur'an & Hadits

* QS (2:43)("Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'".)
* QS (9:35)(pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.")
* QS (6: 141)(Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan. )